Beberapa waktu belakangan ini Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) tengah dihadapkan pada peliknya permasalahan defisit anggaran. Hal ini ditenggarai karena ada banyak peserta, terutama dari kalangan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang melakukan tunggakan.
Dilaporkan dari CNN Indonesia (22/08/2019), angka defisit bahkan diperkirakan akan membengkak hingga Rp 28,5 Triliun pada tahun 2019 ini. Proyeksi ini didapat berdasarkan jumlah pengalihan defisit pada tahun 2018 lalu, ditambah dengan beban tagihan rumah sakit sejak awal tahun 2019.
Untuk menanggulangi permasalahan, sejumlah sanksi dan kebijakan mulai diberlakukan secara lebih tegas, diantaranya adalah konsekuensi terhadap kepengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), hingga paspor.
BACA JUGA: 5 Langkah Pembuatan Paspor Secara Online yang Wajib Diperhatikan
Kepada Liputan6.com (11/10/2019) Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menuturkan, pemberlakuan sanksi ini sebenarnya secara tekstual sudah sejak lama termaktub di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 Tahun 2013. Sebelumnya pihak BPJS sendiri menyatakan sudah mengambil beberapa langkah, termasuk menaikan iuran anggota hingga seratus persen.
Pihaknya bahkan telah melakukan tindakan non regulatif terhadap peserta yang menunggak, dimulai dari pemberian peringatan selama 3 bulan hingga melakukan penagihan langsung ke tempat tinggal mereka.

Upaya lainnya yang pernah diterapkan adalah sistem pengurangan autodebet, dimana jumlah saldo rekening peserta akan otomatis terpotong jika telat melakukan pembayaran. Akan tetapi, sistem ini dinilai kurang efektif karena peserta mungkin saja secara sengaja tidak mengisikan saldo pada rekening yang telah terdaftar.
Kendati demikian, wacana penerapan sanksi ini rupanya disambut pro dan kontra dari sejumlah kalangan. Hal ini disebabkan ada begitu banyak pihak yang perlu dilibatkan dalam eksekusinya.
Sebagai contoh, terdapat beberapa instansi yang harus dilibatkan untuk pengurusan SIM saja, diantaranya Polri, Samsat, Jasa Raharja, hingga Ditjen Pajak. Untuk masalah paspor, sudah pasti bagian Imigrasi akan ikut dilibatkan di dalamnya. Koordinasi meluas juga harus dilakukan dengan sejumlah instansi lainnya sehubungan dengan jenis-jenis surat yang harus diurus.
BACA JUGA: Pentingnya Memiliki Asuransi Travel Bagi Orang yang Sering Traveling
Wakil Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudryatmo bahkan menyebutkan bahwa pemberlakuan sanksi ini dinilai kurang efektif dan tidak menimbulkan hal jera. Pernyataan tersebut didukung dengan fakta bahwa tak semua peserta BPJS Kesehatan memiliki surat-surat penting yang dimaksud, salah satunya adalah paspor.
Persoalan ini bahkan dinilai terlalu represif dan berpotensi merembet kepada sejumlah persoalan baru, seperti berkurangnya pendapatan negara akibat mempersulit pelayanan. Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KKPBI) Ilham Syah bahkan mempertanyakan kembali substansi dari BPJS Kesehatan sendiri jika wacana ini berhasil terealisasi.
Namun begitu, pemberlakuan wacana ini sejauh masih dalam tahap pembahasan di kementrian. Tentunya masyarakat juga mengharapkan pengetatan aturan kedisiplinan pada pesertanya bisa diimbangi dengan peningkatan mutu pelayanan yang lebih baik lagi dari pihak BPJS Kesehatan. (AS)